Di sebuah kota kecil yang dipenuhi oleh kepekatan waktu, tiga kakak beradik, Ryu, Yumi, dan Satoshi, hidup dalam sebuah rumah kecil yang terasa semakin sempit dengan tiap hembusan angin panas. Matahari terik menyapu langit seolah menambah berat bagi mereka yang tenggelam dalam keterbatasan hidup. Ryu, kakak tertua, memikul tanggung jawab keluarga setelah kematian orang tua mereka, sementara Yumi, kakak keduanya, berusaha bertahan di dunia yang penuh keputusasaan dengan setengah hati. Sedangkan Satoshi, si bungsu, terjebak dalam alam pikirannya yang gelap.

Dalam ketidakpastian yang menyelimuti hari-hari mereka, Ryu bekerja tanpa henti di bengkel di sudut kota, mencari nafkah bagi adik-adiknya. Yumi, meskipun terkadang terhanyut oleh arus kehidupan yang keras, tetap menjaga api harapan tetap menyala di dalam hatinya. Sedangkan Satoshi, dalam dunianya yang terpisah, menemukan pelarian dalam buku-buku dan lagu-lagu yang membingungkan.

Di balik dinding-dinding rumah yang kusam, ketiganya menemukan kebersamaan dan kekuatan di dalam keheningan malam yang gelap. Mereka duduk bersama di teras rumah yang sempit, mendengarkan suara langit yang membawa rahasia dan harapan yang tak terungkap. Dalam cahaya remang-remang bulan, mereka menggenggam erat satu sama lain, merasakan kehangatan keluarga di tengah kesunyian yang tak berujung.

Hari demi hari berlalu dengan kesederhanaan yang membebani. Namun, di dalam keheningan itu, mereka menemukan kekuatan untuk tetap bertahan. Melalui senyuman kecil dan kata-kata penyemangat yang sederhana, mereka menghadapi hidup dengan ketabahan yang tak tergoyahkan. Meskipun panas menyengat dan kehidupan tak pernah memberi jaminan, mereka belajar bahwa dalam kebersamaan keluarga, bahkan rumah yang sempit bisa menjadi tempat yang penuh cinta dan penghiburan.